Sumber: Shaleh (January 27, 2018) |
Menurut Kemenkes RI (2015), klasifikasi diare meliputi:
1. Untuk dehidrasi
a. Diare dehidrasi berat
Tanda gejalanya seperti letargi atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum, dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat. Apabila terdapat dua atau lebih tanda-tanda tersebut dapat dikatakan anak mengalami diare dehidrasi berat.
b. Diare dehidrasi ringan/sedang
Tanda gejalanya seperti gelisah/rewel/mudah marah, mata cekung, haus atau minum dengan lahap, dan cubitan kulit perut kembali lambat. Apabila terdapat dua atau lebih tanda-tanda tersebut dapat dikatakan anak mengalami diare dehidrasi ringan/sedang.
c. Diare tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang.
2. Jika diare 14 hari atau lebih
a. Diare persisten berat
Tanda gejalanya dengan dehidrasi.
b. Diare persisten
Tanda gejalanya tanpa dehidrasi.
3. Jika ada darah dalam tinja
Biasa disebut dengan disentri.
Menurut Kapti & Azizah (2017), klasifikasi diare meliputi:
1. Berdasarkan volume tinja
a. Volume banyak
Pengeluaran tinja cair per hari > 1 liter.
b. Volume sedikit
Pengeluaran tinja cair per hari < 1 liter.
2. Berdasarkan durasi
a. Diare akut
- Diare yang berlangsung < 2 minggu.
- Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit atau invasi virus serta dapat disebabkan oleh agen non-infeksi seperti keracunan makanan dan pengobatan.
- Dapat sembuh dengan sendirinya (sembuh dengan cepat).
b. Diare kronis
- Diare yang berlangsung > 2 minggu.
- Biasanya disebabkan oleh penyakit, obat-obatan, kelainan genetik atau penyakit berbahaya lainnya.
- Dapat sembuh > 4 minggu.
3. Berdasarkan patomekanisme
a. Diare sekretorik
- Merupakan kondisi dimana terdapat jumlah cairan yang berlebihan di lumen usus yang dapat menyebabkan kemampuan usus untuk reabsorbsi menurun.
- Biasanya disebabkan oleh agen infeksius tetapi dapat juga disebabkan oleh zat yang dapat membawa cairan ke usus.
- Agen infeksius seperti Vibrio cholerae, E. coli, Camylobacter jejuni, Salmonella, Shigella, dan Clostridium difficile, menyekresi toksin yang menyebabkan vili usus gagal mengabsorbsi natrium yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit. Kondisi tersebut mengakibatkan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus meningkat, sehingga merangsang usus untuk mengeluarkannya dan terjadilah diare.
- Agen non infeksi seperti bahan kimia yang diproduksi oleh sel kanker, produksi prostaglandin pada pasien inflamasi usus dan zat-zat yang tidak dapat diabsorbsi dengan baik seperti asam lemak dan asam empedu juga akan menyebabkan peningkatan sekresi air ke dalam rongga usus.
- Seseorang dengan diare sekretorik akan memiliki volume feses > 1 liter per hari dengan pH yang normal dan tidak terdapat perbedaan volume feses meskipun puasa.
b. Diare osmotik
- Terjadi ketika adanya gangguan kemampuan usus untuk mereabsorbsi cairan.
- Penyebabnya seperti penurunan enzimatik (contohnya intoleransi laktosa), kelainan genetik yang menurun atau menghilangkan kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi tertentu, gula yang sulit diserap (sarbitol, mannitol atau laktosa), obat pencahar dan pemberian antibiotik, serta malabsorbsi lemak tertentu.
- Seseorang dengan diare osmotik akan memiliki volume feses < 1 liter per hari, fesesnya akan bersifat asam dan bersifat keasaman kalium daripada natrium.
c. Gangguan motilitas
- Motilitas usus dapat meningkat atau menurun dan keduanya dapat menyebabkan diare.
- Peningkatan motilitas usus dapat disebabkan oleh adanya agen infeksius yang menyebabkan perubahan pada usus karena adanya proses inflamasi, hal ini dapat mengakibatkan transport kotoran dalam usus menjadi lebih cepat sehingga kesempatan untuk reabsorbsi cairan di usus besar menjadi menurun.
- Penurunan motilitas juga dapat menyebabkan diare yang disebabkan oleh konstipasi yang kronis.
Menurut Yuliastati et al. (2016), patofisiologinya diare pada anak adalah berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya karena faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan gangguan sistem transpor aktif dalam usus akibatnya sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat. Faktor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan rongga usus sehingga terjadi diare. Pada faktor makanan dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristaltik yang mengakibatkan penurunan penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare.
DAFTAR REFERENSI:
Kapti, R. E. & Azizah, N. (2017). Perawatan anak sakit di rumah. Malang: UB Press.
Republik Indonesia. (2015). Buku bagan: manajemen terpadu balita sakit (mtbs). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Shaleh. (2018, January 27). Mencegah diare pada anak. Retrieved May 7, 2020, from https://rumahshaleh.com/mencegah-diare-pada-anak/
Yuliastati, Arnis, A., & Nining. (2016). Modul bahan ajar cetak keperawatan: keperawatan anak. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
No comments:
Post a Comment