Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, maka perawat harus mempertimbangkan kultur atau budaya mereka. Ketidakmampuan memahami budaya orang lain/pasien akan menyebabkan perawatan mengalami “ culture shock ” atau penolakan. Culture shock terjadi apabila seseorang memasuki/berhubungan dengan kelompok budaya yang berbeda. Seseorang tersebut akan merasa tidak nyaman, merasa tidak berguna dan mengalami disorientasi sebab adanya perbedaan nilai budaya, kepercayaan dan praktik culture shock mengakibatkan kemarahan. Keadaan ini dapat dihindari dengan mempelajari terlebih dahulu kebudayaan suatu tempat, individu, kelompok sebelum kita masuk ke tempat tersebut. Leininger menyebut asuhan keperawatan berbasis budaya dengan istilah asuhan budaya atau etnonursing (Aini, 2018).
Teori Leininger tentang keragaman pelayanan berdasarkan kultur dan universalitas menyatakan bahwa kasih sayang merupakan inti dari keperawatan, dominan, karakteristik, dan ciri khas keperawatan. Faktor sosial, seperti kepercayaan klien, politik, kultur, dan tradisi merupakan faktor signifikan yang memengaruhi pelayanan, kesehatan klien, dan bentuk penyakit. Tujuan teori Leininger adalah menyediakan bagi klien pelayanan kesehatan spesifik secara kultural. Untuk memberikan asuhan keperawatan bagi klien dengan kultur tertentu, perawat perlu memperhitungkan tradisi kultur klien, nilai-nilai, dan kepercayaan ke dalam rencana perawatan (Potter & Perry, 2009).
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model). Pada sub pokok bahasan ini, akan lebih dijelaskan mengenai bagan teori dari sunrise model.
Gambar 1. Sunrise model
Sumber: Andrews & Boyle (2016)
|
Berdasarkan 7 komponen yang ada pada sunrise model, dapat dijelaskan bahwa:
1. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya. Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali (Afifah, n.d.).
Menurut Aini (2018), sunrise model mempunyai 4 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat I
Terdiri dari 3 aspek yaitu perawatan berdasarkan budaya, pandangan global, dan dimensi struktural sosial budaya. Tingkat ini merupakan pengumpulan data/informasi tentang struktur sosial dan gambaran global budaya pasien. Data yang dikumpulkan antara lain konteks bahasa dan lingkungan, teknologi, filosofi/agama, hubungan keluarga, struktur sosial, nilai budaya, politik, sistem hukum, ekonomi, serta pendidikan.
2. Tingkat II
Sebagai tambahan informasi dari Tingkat I untuk menentukan situasi di mana klien berada, apakah dia sendirian, dengan keluarga dalam kelompok atau dalam lembaga sosial budaya. Pada tingkat ini, perawat melakukan pengkajian tentang apakah pasien hidup sendiri, apakah pasien hidup bersama keluarga, apakah pasien hidup dalam kelompok, apakah pasien hidup dalam lembaga.
3. Tingkat III
Berisi tentang perlunya mengenal keberadaan klien dalam nilai dan sistem kesehatan, kepercayaan, perilaku dalam kelompok, peranan profesi keperawatan dalam sistem kesehatan. Pada tingkat ini, perawat melakukan pengkajian tentang nilai kesehatan, sistem kesehatan, kepercayaan, perilaku kelompok, dan peran perawat.
4. Tingkat IV
Merupakan kegiatan perencanaan dan implementasi dari kegiatan keperawatan. Terdiri dari 3 model kegiatan, yaitu:
a. Maintenance atau preservasi asuhan kultural
Melibatkan penghargaan yang penuh terhadap pandangan budaya dan ritual pasien serta kerabatnya. Kegiatan yang dilakukan berupa pemberian bantuan, dukungan untuk pemulihan dan mempertahankan kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit dan menghadapi kematian.
b. Negosiasi atau adaptasi asuhan kultural
Melibatkan negosiasi dengan pasien dan kerabatnya dalam rangka menyesuaikan pandangan dan ritual tertentu yang berkaitan dengan sehat, sakit, dan asuhan. Kegiatan yang dilakukan berupa pemberian bantuan, dukungan profesional kepada pasien untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap keadaan kesehatan yang dialami dan pola keperawatan untuk meningkatkan status kesehatan pasien.
c. Restructuring atau rekonstruksi asuhan kultural
Melibatkan kerjasama dengan pasien dan kerabatnya dalam rangka membawa perubahan terhadap perilaku mereka yang berkaitan dengan sehat, sakit, dan asuhan dengan cara bermakna bagi mereka. Kegiatan yang dilakukan berupa membantu pasien merubah perilaku kesehatannya/pola hidup atau memodifikasi untuk mencapai tingkat kesehatan optimal.
DAFTAR REFERENSI:
Afifah, E. (n.d.). Ringkasan materi: unit 2 keragaman budaya dan perspektif transkultural dalam keperawatan. Retrieved October 7, 2019, from http://staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/transkulturalnursing.pdf
Aini, N. (2018). Teori model keperawatan: beserta aplikasinya dalam keperawatan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Andrews, M. M. & Boyle, J. S. (2016). Transcultural concepts in nursing care. (7th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamental keperawatan. (edisi 7, volume 1). Alih bahasa oleh Adrina Ferderika; editor bahasa indonesia oleh Dripa Sjabana. Jakarta: Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment