Menurut Yuliastati et al. (2016) klasifikasi kejang demam, meliputi:
1. Kejang parsial
- Penyebab: cedera kepala, infeksi otak, stroke, tumor, atau perubahan dalam cara daerah otak dibentuk sebelum lahir (disebut dysplasia kortikal).
- Durasi: berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang parsial ini umumnya tidak berulang dalam waktu 24 jam.
- Tipe: umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
- Jenis:
a. Kejang parsial sederhana ditandai dengan kondisi yang tetap sadar dan waspada, gejala motorik terlokalisasi pada salah satu sisi tubuh. Manifestasi lain yang tampak yaitu kedua mata saling menjauh dari sisi fokus, gerakan tonik-klonik yang melibatkan wajah, salivasi, bicara berhenti, gerakan klonik terjadi secara berurutan dari mulai kaki, tangan, atau wajah.
b. Kejang sensori khusus dicirikan dengan berbagai sensasi. Kebas, kesemutan, rasa tertusuk, atau nyeri yang berasal dari satu lokasi (misalnya wajah atau ekstremitas) dan menyebar ke bagian tubuh lainnya merupakan beberapa manifestasi kejang ini. Penglihatan dapat membentuk gambaran yang tidak nyata. Kejang ini tidak umum pada anak-anak di bawah usia 8 tahun.
c. Kejang parsial kompleks lebih sering terjadi pada anak-anak dari usia 3 tahun sampai remaja. Kejang ini dicirikan dengan timbulnya perasaan kuat pada dasar lambung yang naik ke tenggorokan, adanya halusinasi rasa, pendengaran, atau penglihatan. Individu juga sering mengalami perasaan deja-vu. Penurunan kesadaran terjadi dengan tanda-tanda individu tampak linglung dan bingung, dan tidak mampu merespons atau mengikuti instruksi. Aktivitas berulang tanpa tujuan dilakukan dalam keadaan bermimpi, seperti mengulang kata-kata, menarik-narik pakaian, mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, atau bertindak agresif (kurang umum pada anak-anak). Anak dapat merasa disorientasi, konfusi, dan tidak mengingat fase kejang pada saat pasca kejang.
2. Kejang umum
- Penyebab: kejang fokal atau parsial satu sisi, atau didahului kejang parsial.
- Durasi: berlangsung lama (lebih dari 15 menit), berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
- Tipe: kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
- Jenis: kejang tonik-klonik, kejang atonik, kejang akinetik, dan kejang mioklonik.
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama, yaitu:
1. Kejang demam sederhana, kriterianya:
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi.
b. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun.
c. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.
d. Kejang tidak bersifat fokal.
e. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca-kejang.
f. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan.
g. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
2. Kejang demam kompleks
Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria dari kejang demam sederhana atau bisa disebut kebalikan dari kriteria kejang demam sederhana misalnya durasi, kejang demam kompleks berlangsung lebih dari 20 menit, bersifat fokal, dll (Lumbantobing, 2004).
Bahasan selanjutnya mengenai patofisiologi dari kejang demam. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular.
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat C, sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40 derajat C atau lebih (Ngastiyah, 2005).
DAFTAR REFERENSI:
Eveline & Djamaludin, N. (2010). Panduan pintar merawat bayi dan balita. Jakarta: WahyuMedia.
Lumbantobing, S. M. (2004). Kejang demam (febrile convulsions). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.
Yuliastati, Arnis, A., & Nining. (2016). Modul bahan ajar cetak keperawatan: keperawatan anak. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
No comments:
Post a Comment