Kombinasi pencapaian biologis, psikososial, kognitif, spiritual, dan sosial selama periode pra sekolah mempersiapkan anak pra sekolah untuk perubahan gaya hidupnya yang paling bermakna (masuk sekolah). Kontrol mereka terhadap fungsi tubuh, pengalaman periode perpisahan yang pendek dan panjang, kemampuan berinteraksi secara kerja sama dengan anak lain dan orang dewasa, penggunaan bahasa untuk simbolisasi mental, dan meningkatnya rentang perhatian dan memori mempersiapkan mereka untuk periode mayor berikutnya (masa sekolah). Keberhasilan pencapaian tingkat pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya sangat penting bagi anak pra sekolah untuk memperhalus tugas-tugas yang telah mereka kuasai selama masa todler (Wong et al, 2009).
Tahap perkembangan menurut Erik Erikson pada anak pra sekolah adalah inisiatif (initiative) vs rasa bersalah (guilt). Pada tahap ini, anak belajar cara mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai timbul menguasai anak, tetapi lingkungan mulai menuntut anak untuk melakukan tugas tertentu. Anak akan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungannya dan ingin diikutsertakan sebagai seorang individu yang mempunyai peran. Adanya keterbatasan seorang anak dalam memenuhi tuntutan lingkungan akan menimbulkan rasa kecewa dan rasa bersalah. Hubungan ibu, ayah, dan anak sangat penting karena akan menjadi dasar kemantapan identitas diri. Selain itu, anak mulai membentuk peran sesuai jenis kelamin yang wajar, serta mencoba berlatih mengintegrasikan peran sosial dan tanggung jawab. Hubungan dengan teman sebaya atau saudara akan cenderung untuk menang sendiri. Gangguan yang mungkin timbul pada masa ini adalah kesulitan belajar, masalah di sekolah, pergaulan dengan teman-teman, serta anak menjadi pasif, takut, dan mungkin terjadi neurosis. Di dalam perkembangan hubungan sosialnya juga, anak pra sekolah mulai membina hubungan dengan lingkungan di luar keluarganya. Anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga dalam hal pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan berhubungan yang dimilikinya. Hal tersebut merupakan dasar rasa otonomi anak yang nantinya akan berkembang menjadi kemampuan hubungan interdependen. Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan dan disertai respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu pengontrol diri, tidak mandiri, ragu, menarik diri, kurang percaya diri, pesimis, dan takut perilakunya salah (Yusuf et al, 2015). Menurut Kuntjojo (2010) pada masa kanak-kanak awal, perkembangan sosial anak telah nampak sebab mereka telah mulai aktif berinteraksi dengan teman sebayanya. Tanda-tanda terjadinya perkembangan sosial pada masa ini adalah sebagai berikut:
1. Anak mulai memahami peraturan-peruturan atau norma-norma yang berlaku.
2. Anak mulai mentaati peraturan-peraturan tersebut.
3. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan pihak lain.
4. Anak dapat bermain bersama dengan teman-temannya.
1. Anak mulai memahami peraturan-peruturan atau norma-norma yang berlaku.
2. Anak mulai mentaati peraturan-peraturan tersebut.
3. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan pihak lain.
4. Anak dapat bermain bersama dengan teman-temannya.
Menurut Kuntjojo (2010) anak usia pra sekolah berada pada fase kanak-kanak awal. Sebutan akan hal tersebut dapat digambarkan, sebagai berikut:
1. Menurut orang tua, masa kanak-kanak awal merupakan:
a. Masa yang bermasalah.
b. Masa bermain.
2. Menurut pendidik, masa kanak-kanak awal merupakan masa atau usia pra sekolah atau preschool age.
1. Menurut orang tua, masa kanak-kanak awal merupakan:
a. Masa yang bermasalah.
b. Masa bermain.
2. Menurut pendidik, masa kanak-kanak awal merupakan masa atau usia pra sekolah atau preschool age.
3. Menurut psikolog, masa kanak-kanak awal merupakan:
a. Masa negatif.
b. Masa berkelompok.
c. Masa menjelajah.
d. Masa bertanya.
e. Masa meniru.
f. Masa kreatif.
Dalam konsep emosionalitas pada masa kanak-kanak awal, sering mengalami temper tantrum yaitu suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkendali. Menurut Martina Rini S.T. (2002) temper tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah dan juga pada anak-anak yang dianggap “ sulit ”, yang memiliki ciri-ciri:
1. Memiliki kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar tidak teratur.
2. Sulit menyukai situasi, makanan, dan orang-orang baru.
3. Lambat dalam beradaptasi dengan lingkungan.
4. Mood (suasana hati) lebih sering negatif.
5. Mudah terprovokasi.
6. Sulit dialihkan perhatiannya.
Menurut Martina Rini S.T. (2002), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gejala tersebut, meliputi:
1. Terhalanginya keinginan anak untuk mendapatkan sesuatu.
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan sesuatu.
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan.
4. Pola asuh orang tua.
5. Lelah, lapar, atau sakit.
6. Anak sedang stress.
Menurut Kuntjojo (2010) masa anak usia pra sekolah merupakan masa bermain. Dikatakan demikian karena pada masa ini aktivitas terbanyak dari anak adalah bermain. Tiada waktu tanpa diisi dengan bermain. Bahwa bermain merupakan ciri hakiki dari setiap anak. Mengapa anak-anak senang bermain, apa fungsi dari kegiatan bermain, jenis permainan apa saja yang dilakukan anak-anak, dan bagaimana tahap-tahap kegiatan bermain anak, didiskripsikan berikut ini (Wahyuti Maryono dan Djajusman, 1984: 23-24; Moh. Kasiram, 1983: 72-73).
1. Teori tentang bermain
a. Teori rekreasi
Teori ini dikemukakan oleh Schaller dan Lazarus. Menurut teori rekreasi, anak bermain untuk memperoleh kesenangan.
b. Teori pelepasan tenaga (outlading theory)
Teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer. Menurut Spencer, bermain dilakukan oleh anak-anak sebagai upaya untuk melepaskan atau menyalurkan tenaga yang lebih, yang bila tidak disalurkan akan menimbulkan ketegangan.
c. Teori atavistis atau teori rekapitulasi
Menurut teori atavistis, permainan yang dilakukan oleh anak-anak tidak lain merupakan pengulangan apa yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya. Teori ini dikemukakan oleh Stanley Hall.
d. Teori biologis
Kegiatan bermain yang dilakukan anak-anak merupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang akan datang, setelah mereka dewasa. Demikian pandangan teori biologis sebagaimana dikemukakan oleh Karl Groos.
2. Fungsi permainan
Bermain merupakan aktivitas yang sangat penting bagi setiap anak sebab dalam permainan terdapat bermacam-macam fungsi, sebagai berikut:
a. Pendidikan sosial.
b. Pengenalan terhadap kemampuan diri sendiri.
c. Eksperimen dan eksplorasi.
d. Pengembangan kemampuan.
e. Pengalaman afeksi.
3. Jenis permainan yang dilakukan anak pra sekolah
Permainan yang dilakukan anak-anak jenisnya banyak sekali, namun dapat dikelompokkan, sebagai berikut:
a. Permainan fantasi.
b. Permainan fungsi.
c. Permainan peranan.
d. Permainan prestasi.
e. Permainan konstruksi.
f. Permainan distruksi.
4. Tahap perkembangan aktivitas bermain anak pra sekolah
Aktivitas bermain anak mengalami perubahan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan yang terjadi pada dirinya. Fase-fase perkembangan aktivitas bermain anak adalah sebagai berikut:
a. Anak bermain sendiri dengan menggunakan tangannya, kakinya, dll.
b. Anak bermain sendiri dengan memakai alat-alat permainan.
c. Anak bermain dengan teman-temannya tetapi belum disertai aturan.
d. Anak bermain dengan teman-temannya dan disertai dengan aturan.
Pada masa kanak-kanak awal pada umumnya anak-anak menunjukkan tingkah laku bermasalah. Dikatakan bermasalah karena tingkah laku yang muncul tersebut tidak diharapkan karena dapat merugikan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Rosdiana S. Tarigan (2006) telah mengidentifikasi 11 perilaku anak yang dinyatakan sebagai masalah beserta faktor-faktor penyebabnya sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.
Menurut Kuntjojo (2010) dalam konsep tugas perkembangan anak usia pra sekolah yang mana individu diharapkan memiliki beberapa kemampuan sebagai tugas perkembangannya, meliputi:
1. Mampu membersihkan badan sendiri pada saat buang kotoran.
2. Mempunyai pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial.
3. Mempunyai pengertian tentang yang benar dan yang salah.
4. Mampu mengenal perbedaan jenis kelamin.
Dalam ringkasan konsep, tugas perkembangan, dan karakteristik usia pra sekolah di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya perkembangan pada individu anak khususnya usia pra sekolah dapat diketahui berdasarkan karakteristik tertentu yang dialaminya, karakteristik-karakteristik yang dimaksud mudah dikenali seperti terjadinya perubahan aspek fisik maupun psikis yang mana perubahan ini sifatnya progresif (kearah kemajuan). Tugas-tugas perkembangan pada fase perkembangan tertentu dalam hal ini fase kanak-kanak awal hendaknya dikuasai oleh setiap individu sebab tugas-tugas perkembangan pada satu sisi merupakan harapan atau tekanan sosial, dimana pada fase berikutnya akan ada tugas-tugas perkembangan yang lain (umumnya lebih berat).
DAFTAR REFERENSI:
Kuntjojo. (2010). Ringkasan materi kuliah: perkembangan peserta didik. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.
Wong, D. L. et al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. (edisi 6, volume 1). Alih bahasa oleh Agus Sutarna, Neti Juniarti, & H. Y. Kuncara; editor bahasa indonesia oleh Egi Komara Yudha, Devi Yulianti, Nike Budhi Subekti, Esty Wahyuningsih, & Monica Ester. Jakarta: EGC.
Yusuf, Ah., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
a. Masa negatif.
b. Masa berkelompok.
c. Masa menjelajah.
d. Masa bertanya.
e. Masa meniru.
f. Masa kreatif.
Dalam konsep emosionalitas pada masa kanak-kanak awal, sering mengalami temper tantrum yaitu suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkendali. Menurut Martina Rini S.T. (2002) temper tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah dan juga pada anak-anak yang dianggap “ sulit ”, yang memiliki ciri-ciri:
1. Memiliki kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar tidak teratur.
2. Sulit menyukai situasi, makanan, dan orang-orang baru.
3. Lambat dalam beradaptasi dengan lingkungan.
4. Mood (suasana hati) lebih sering negatif.
5. Mudah terprovokasi.
6. Sulit dialihkan perhatiannya.
Menurut Martina Rini S.T. (2002), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gejala tersebut, meliputi:
1. Terhalanginya keinginan anak untuk mendapatkan sesuatu.
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan sesuatu.
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan.
4. Pola asuh orang tua.
5. Lelah, lapar, atau sakit.
6. Anak sedang stress.
Menurut Kuntjojo (2010) masa anak usia pra sekolah merupakan masa bermain. Dikatakan demikian karena pada masa ini aktivitas terbanyak dari anak adalah bermain. Tiada waktu tanpa diisi dengan bermain. Bahwa bermain merupakan ciri hakiki dari setiap anak. Mengapa anak-anak senang bermain, apa fungsi dari kegiatan bermain, jenis permainan apa saja yang dilakukan anak-anak, dan bagaimana tahap-tahap kegiatan bermain anak, didiskripsikan berikut ini (Wahyuti Maryono dan Djajusman, 1984: 23-24; Moh. Kasiram, 1983: 72-73).
1. Teori tentang bermain
a. Teori rekreasi
Teori ini dikemukakan oleh Schaller dan Lazarus. Menurut teori rekreasi, anak bermain untuk memperoleh kesenangan.
b. Teori pelepasan tenaga (outlading theory)
Teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer. Menurut Spencer, bermain dilakukan oleh anak-anak sebagai upaya untuk melepaskan atau menyalurkan tenaga yang lebih, yang bila tidak disalurkan akan menimbulkan ketegangan.
c. Teori atavistis atau teori rekapitulasi
Menurut teori atavistis, permainan yang dilakukan oleh anak-anak tidak lain merupakan pengulangan apa yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya. Teori ini dikemukakan oleh Stanley Hall.
d. Teori biologis
Kegiatan bermain yang dilakukan anak-anak merupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang akan datang, setelah mereka dewasa. Demikian pandangan teori biologis sebagaimana dikemukakan oleh Karl Groos.
2. Fungsi permainan
Bermain merupakan aktivitas yang sangat penting bagi setiap anak sebab dalam permainan terdapat bermacam-macam fungsi, sebagai berikut:
a. Pendidikan sosial.
b. Pengenalan terhadap kemampuan diri sendiri.
c. Eksperimen dan eksplorasi.
d. Pengembangan kemampuan.
e. Pengalaman afeksi.
3. Jenis permainan yang dilakukan anak pra sekolah
Permainan yang dilakukan anak-anak jenisnya banyak sekali, namun dapat dikelompokkan, sebagai berikut:
a. Permainan fantasi.
b. Permainan fungsi.
c. Permainan peranan.
d. Permainan prestasi.
e. Permainan konstruksi.
f. Permainan distruksi.
4. Tahap perkembangan aktivitas bermain anak pra sekolah
Aktivitas bermain anak mengalami perubahan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan yang terjadi pada dirinya. Fase-fase perkembangan aktivitas bermain anak adalah sebagai berikut:
a. Anak bermain sendiri dengan menggunakan tangannya, kakinya, dll.
b. Anak bermain sendiri dengan memakai alat-alat permainan.
c. Anak bermain dengan teman-temannya tetapi belum disertai aturan.
d. Anak bermain dengan teman-temannya dan disertai dengan aturan.
Gambar 1. Sekelompok anak usia pra sekolah sedang bermain
Sumber: Kuntjojo (2010). |
Pada masa kanak-kanak awal pada umumnya anak-anak menunjukkan tingkah laku bermasalah. Dikatakan bermasalah karena tingkah laku yang muncul tersebut tidak diharapkan karena dapat merugikan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Rosdiana S. Tarigan (2006) telah mengidentifikasi 11 perilaku anak yang dinyatakan sebagai masalah beserta faktor-faktor penyebabnya sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perilaku sulit anak pra sekolah
Sumber: Kuntjojo (2010). |
Menurut Kuntjojo (2010) dalam konsep tugas perkembangan anak usia pra sekolah yang mana individu diharapkan memiliki beberapa kemampuan sebagai tugas perkembangannya, meliputi:
1. Mampu membersihkan badan sendiri pada saat buang kotoran.
2. Mempunyai pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial.
3. Mempunyai pengertian tentang yang benar dan yang salah.
4. Mampu mengenal perbedaan jenis kelamin.
Dalam ringkasan konsep, tugas perkembangan, dan karakteristik usia pra sekolah di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya perkembangan pada individu anak khususnya usia pra sekolah dapat diketahui berdasarkan karakteristik tertentu yang dialaminya, karakteristik-karakteristik yang dimaksud mudah dikenali seperti terjadinya perubahan aspek fisik maupun psikis yang mana perubahan ini sifatnya progresif (kearah kemajuan). Tugas-tugas perkembangan pada fase perkembangan tertentu dalam hal ini fase kanak-kanak awal hendaknya dikuasai oleh setiap individu sebab tugas-tugas perkembangan pada satu sisi merupakan harapan atau tekanan sosial, dimana pada fase berikutnya akan ada tugas-tugas perkembangan yang lain (umumnya lebih berat).
DAFTAR REFERENSI:
Kuntjojo. (2010). Ringkasan materi kuliah: perkembangan peserta didik. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.
Wong, D. L. et al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. (edisi 6, volume 1). Alih bahasa oleh Agus Sutarna, Neti Juniarti, & H. Y. Kuncara; editor bahasa indonesia oleh Egi Komara Yudha, Devi Yulianti, Nike Budhi Subekti, Esty Wahyuningsih, & Monica Ester. Jakarta: EGC.
Yusuf, Ah., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment